Sobat Belajar: Lebih Dalam Tentang Pemotongan Pajak

Sobat Pajak | 2023-11-07 16:27:20 | 10 months ago
article-sobat-pajak

Indonesia - Sistem perpajakan di indonesia terdiri dari 3 jenis, yaitu self assessment, official assessment, dan withholding system. System withholding dilakukan oleh pihak lain (pihak ketiga) kepada Wajib Pajak. Sistem inilah yang menghadirkan adanya pemotongan atau pemungutan yang dilakukan oleh pemotong atau pemungut pajak. Yuk simak penjelasan lebih lanjut tentang pemotongan pajak di bawah ini!

 

Panduan Bagi Pemotong Pajak

Berikut ini adalah panduan yang harus dipahami Wajib Pajak yang wajib memotong pajak (WP Pemotong):

  • WP Pemotong wajib memahami apakah suatu transaksi ekonomi termasuk objek pajak atau tidak.
  • WP Pemotong juga wajib memahami apakah objek tersebut termasuk objek PPh final atau non-final.
  • WP Pemotong wajib mengenakan tarif pajak yang benar pada objek pajak yang sesuai.
  • Untuk WP orang pribadi tertentu seperti notaris, wajib mengetahui bahwa ia termasuk WP Pemotong, tidak hanya memotong PPh Pasal 21. Tidak semua WP Orang Pribadi wajib memotong pajak di luar PPh Pasal 21, tetapi semua WP Badan wajib memotong semua jenis objek PPh yang harus dipotong PPh
  • WP Pemotong wajib menyimpan dokumen atau bukti pemotongan dan menyerahkan bukti pemotongan kepada WP yang dipotong
  • WP Pemotong wajib menyetorkan ke kas negara seluruh pajak yang dipotong dan melaporkannya kepada DJP
  •  WP Pemotong wajib mencatat pada pembukuan atau sistem akuntansinya tentang transaksi yang terpotong pajaknya sebagai utang pajak pada saat memotong pajak dan pajak tersebut belum disetorkan ke kas negara. Di sisi yang lain, terdapat WP yang dipotong pajak atas penghasilan yang ia peroleh.

 

Panduan Bagi yang Dipotong Pajak

Berikut ini merupakan hal-hal yang harus dipahami Wajib Pajak yang dipotong pajaknya oleh pemotong pajak.

  • WP wajib menyimpan bukti potong dengan baik sebagai dasar untuk mengkreditkan pajak apabila pajak tersebut bukan pajak final.
  • WP memiliki hak menagih bukti potong kepada WP Pemotong
  • WP wajib mencatat pada pembukuan atau sistem akuntansinya tentang transaksi yang dipotong pajaknya sebagai piutang pajak apabila pajak tersebut bukan pajak final
  • WP wajib mencatat pada pembukuan atau sistem akuntansinya tentang transaksi yang dipotong pajaknya sebagai beban pajak final apabila pajak tersebut pajak final atau tidak mencatat sebagai beban pajak jika WP mencatat penerimaan penghasilan sebesar nilai netonya saja.

 

Ilustrasi PPh non-final

PT Indonesia Sejahtera (IS) menyewa kendaraan bermotor (mobil) untuk keperluan operasionalnya dari PT Serasi Autoraya (TRAC). Setiap bulan IS membayar beban sewa kendaraan sebesar Rp 80.000.000, nilai tidak termasuk PPN. Bagaimana akuntansi untuk transaksi ini? 

  • Apakah transaksi di atas adalah transaksi yang harus dipotong PPh?

Ya. Tahap ini adalah kritikal, sebab jika tidak mengetahui jawaban yang benar, maka WP dapat dinyatakan tidak patuh dalam melaksanakan perpajakannya sehingga akan dikenakan koreksi dan sanksi fiskal.

  • Apakah transaksi di atas adalah transaksi yang harus dipotong PPh final? 

Tidak. 

  • Jenis PPh apa dan berapakah tarif pajak serta berapa besar DPPnya atas transaksi di atas? 

PPh Pasal 23, tarif untuk sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenakan PPh Final adalah 2% dari DPP sebesar Jumlah Bruto Tidak Termasuk PPN. Dengan demikian PPh Pasal 23 yang harus dipotong adalah 2% X Rp 80.000.000 yaitu Rp 1.600.000 dan bukti potong harus dibuat. Tahap ini adalah kritikal, sebab jika tidak mengetahui jenis pajak, tarif, dan dasar pengenaan yang benar, maka WP dapat dinyatakan tidak patuh melaksanakan perpajakan sehingga akan dikenakan koreksi dan sanksi fiskal. 

  • Bagaimana pencatatannya (jurnal) oleh Pemotong?

Beban sewa kendaraan            Rp 80.000.000 (Debit)

         Utang PPh Pasal 23                            Rp 1.600.000 (Kredit)

         Utang usaha                                       Rp 78.400.000 (Kredit)

  • Kapan jurnal di atas dibuat? 

Jurnal dibuat pada saat terutangnya pajak. Selain membuat jurnal WP pemotong juga harus membuat bukti potong pada saat terutang pajak tersebut.

  • Setelah melakukan jurnal dan membuat bukti potong, apa lagi yang harus dilakukan? 

WP harus menyetor pajak yang telah dipotong ke kas negara menggunakan SSP dengan data yang sesuai. 

  • Kapan saat penyetoran pajak? 

Saat setoran pajak diatur pada peraturan materil perpajakan untuk masing-masing jenis pajak, misalnya batas penyetoran untuk PPh 23 paling lama adalah tanggal 10 bulan berikutnya setelah masa masa terutang pajak PPh 23 berakhir . Pada saat penyetoran, dilakukan penjurnalan:

Utang PPh Pasal 23 Rp 1.600.000

Bank Rp 1.600.000

  • Setelah melakukan setoran pajak ke kas negara, apa lagi yang harus dilakukan? 

WP harus membuat dan melaporkan SPT untuk Masa Pajak (SPT Masa) yang dilakukan atas pemotongan dan penyetoran pajak. 

  • Kapan saat pelaporan pajak?

Saat pelaporan pajak diatur pada peraturan materil perpajakan untuk masing-masing jenis pajak, misalnya  batas pelaporan untuk PPh 23 paling lama adalah tanggal 20 bulan berikutnya setelah masa terutang pajak PPh 23 berakhir

  • Apakah pada saat pelaporan dilakukan penjurnalan? 

Tidak. Pembuatan SPT Masa yang benar adalah wajib sehingga WP harus mengetahui kapan saat pelaporan pajak sebab jika tidak maka WP dapat dianggap terlambat melapor pajak

 

Itulah sedikit penjelasan mengenai pemotongan pajak. Semoga artikel ini dapat membantu menambah wawasan Sobat sekalian ya! 

Jika Sobat ingin mencari informasi lainnya terkait UMKM, perpajakan, dan berita terkini, silahkan kunjungi website kami di Sobat Buku dan Sobat Pajak, atau melalui media sosial kami di Instragram dan Facebook.

Article is not found
Article is not found