PPh Final Berakhir, Kenali Tarif NPPN bagi UMKM!
Jakarta - Tahun 2024 merupakan kesempatan terakhir bagi wajib pajak orang pribadi UMKM yang terdaftar sejak sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 23/2018. Maka dari itu, wajib pajak orang pribadi khususnya pelaku UMKM pada tahun 2025 akan kembali menggunakan skema perhitungan pajak penghasilan secara umum atau dengan Norma Perhitungan Penghasilan Neto (NPPN).
Pengertian Norma Perhitungan Penghasilan Neto (NPPN)
Norma Perhitungan Penghasilan Neto (NPPN) merupakan perhitungan pajak tertentu yang digunakan dalam menentukan penghasilan neto wajib pajak. NPPN dapat digunakan wajib pajak yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dengan batasan omzet kurang dari Rp4,8 miliar dalam satu tahun pajak.
Tujuan adaya NPPN ini untuk memudahkan dan memfasilitasi wajib pajak orang pribadi dalam menghitung penghasilan neto. Sehingga dengan memperoleh besaran penghasilan neto, Wajib Pajak dapat menentukan sendiri besarnya Pajak Penghasilan untuk memenuhi pembayaran dan pelaporan yang seharusnya.
Syarat Penggunaan Norma Perhitungan Penghasilan Neto (NPPN)
Peraturan PER-17/2015 mengatakan, wajib pajak dapat menggunakan NPPN dengan syarat sebagai berikut:
- Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dengan penghasilan bruto kurang dari Rp 4,8 miliar dalam satu tahunnya, maka dapat menyelenggarakan pencatatan dan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan NPPN. Sedangkan, wajib pajak dengan penghasilan bruto lebih dari Rp 4,8 miliar dalam satu tahunnya, maka wajib menyelenggarakan pembukuan dan tidak dapat menggunakan NPPN.
- Wajib Pajak orang pribadi yang menyelenggarakan pencatatan dan memperoleh penghasilan yang tidak dikenakan PPh final, maka dapat menghitung penghasilan neto dengan menggunakan NPPN.
- Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas ketika dilakukan pemeriksaan, ternyata Wajib Pajak tersebut tidak mengetahui atau belum menyelenggarakan pembukuan atau tidak dapat menunjukkan pembukuan, pencatatan, atau bukti lainnya, maka penghasilan neto akan dihitung dengan menggunakan NPPN.
Tarif Norma Perhitungan Penghasilan Neto (NPPN)
Dalam perhitungan penghasilan neto, tarif NPPN akan berbeda-beda. Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-17/PJ/2015 Pasal 4 tentang Norma Perhitungan Penghasilan Neto, tarif perhitungan norma ditentukan dalam beberapa kondisi.
- Pembagian tarif dikelompokkan berdasarkan wilayah di 10 ibukota provinsi, seperti Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Denpasar, Manado, Makassar, dan Pontianak, serta ibukota provinsi lainnya, dan daerah lainnya.
- Tarif tersebut digunakan Wajib Pajak orang pribadi untuk menghitung penghasilan netonya dengan menggunakan Norma Perhitungan Penghasilan Neto (NPPN).
- Tarif bagi Wajib Pajak orang pribadi yang tidak sepenuhnya terbukti menyelenggarakan atau memperlihatkan pembukuannya.
- Tarif bagi Wajib Pajak badan yang tidak sepenuhnya terbukti menyelenggarakan atau memperlihatkan pembukuannya.
Contoh Perhitungan Pajak Dengan Menggunakan NPPN
Tuan A seorang pengusaha restoran yang berdomisili di Denpasar. Memperoleh penghasilan bruto sebesar Rp4 miliar setahun dengan menyelenggarakan pencatatan. Tuan A berstatus menikah dan memiliki 3 anak (K/3).
Berikut cara menghitungnya:
- Mencari tarif persentase penghitungan netonya
Kode KLU Restoran (56101)
Tarif persentase NPPN Restoran untuk wilayah Ibukota Provinsi Bali sebesar 25%
- Menghitung Penghasilan Neto
Penghasilan Neto = Rp4.000.000.000 × 25%
Penghasilan Neto = Rp1.000.000.000
- Menghitung Penghasilan Kena Pajak (PKP)
PKP = Penghasilan Neto – PTKP (K/3)
PKP = Rp1.000.000.000 – Rp72.000.000
PKP = Rp928.000.000
- Menghitung Pajak Terutang
= Penghasilan Kena Pajak x Tarif Progresif UU PPh Pasal 17
= 5% x Rp60.000.000 = Rp3.000.000
= 15% x Rp190.000.000 = Rp28.500.000
= 25% x Rp250.000.000 = Rp62.500.000
= 30% x Rp500.000.000 = Rp150.000.000
- Total Pajak Terutang
= Rp3.000.000 + Rp28.500.000 + Rp62.500.000 + Rp150.000.000
= Rp244.000.000
Dengan memahami ketentuan penggunaan NPPN, maka wajib pajak akan lebih mudah menghitung pajak penghasilan terutang yang harus disetorkan ke kas negara. Sehingga pembayaran pajak penghasilan yang menganut self assessment system ini dapat diterapkan dengan baik dan benar agar terhindar dari kekeliruan maupun sanksi perhitungan pajak yang salah.